Om Awighanam
Astu Namah Siwa Buddhaya
Penulisan
sejarah suatu desa tidak dapat dipisahkan dengan keadaan/situasi jaman atau kerajaan, baik keadaan
yang lebih dahulu dan sesudahnya sehingga merupakan rangkaian yang tak
terputuskan, sehingga
saling mengkait antara satu dengan yang lainnya. Namun dalam pengumpulan data
memang banyak menemui hambatan karena kurangnya catatan-catatan secara
kronologis dan informasi yang mendukung. Kendatipun
demikian dengan keterbatasan data dan informasi saya mencoba
menulis sejarah keberadaan Desa Satria, yang
dikumpulkan dari babad atau sejarah yang ada dan informasi para
orangtua/leluhur yang secara turun-temurun menceritakan tentang keberadaan Desa
Satria itu yang terbagi 4 tahapan utama yaitu :
1. Masa Akhir Zaman Kerajaan Gelgel (1630-1677)
2. Masa Kerajaan Klungkung (1677-1908)
3. Masa Penjajahan Belanda dan Jepang (1908-1945)
4. Masa Kemerdekaan RI (1945-sekarang)
A.
MASA AKHIR ZAMAN KERAJAAN GELGEL (1630-1677)
Dalem Dimade Dinobatkan menjadi raja Gelgel ke V1,
sebagai pelanjut Dinasti Sri Kresna Kepakisan pada tahun 1630 menggantikan
Dalem Segening, Patih Agung Kryan Agung Maruti Sebagai patih utama , mengadakan
pemberontakan terhadap raja karena intrik dari para pembesar kerajaan tahun
1651sehingga Dalem Dimade beserta putra dan para pengiring setia mengungsi ke
Guliang Bangli. Kendatipun Gelgel dikuasai oleh Kryan Agung Maruti, namun para
penguasa wilayah diluar Gelgel tidak mengakui sebagai raja Bali. Atas upaya
Anglurah Sidemen pada tahun 1677 setelah 26 tahun Gelgel dibawah kekuasaan
Kryan Dalem Maruti, dilaksanakan penyerangan kembali atas Gelgel bersama sama
dengan para penguasa wilayah yang masih setia terhadap raja Dalem Dimade.
Dengan kesepakatan yang diambil dalam pertemuan di Ulah Sidemen dibawah
pimpinan Ida I Dewa Jambe putra dari Dalem Dimade penyerangan atas Gelgel
dilaksanakan dari segala penjuru yakni dari selatan
dengan bermarkas disebelah barat Jumpai dibawah pimpinan perang I Gusti Ngurah
Pemedilan dari Badung, dari arah barat laut oleh pasukan Denbukit (Buleleng) dibawah
pimpinan I Gusti Panji Sakti dengan Panglima perang KiTambang Sampan dengan
Taruna Goaknya bermarkas di Penasan Aji. Sedangkan dari arah utara – timur laut
pasukan Sidemen, Bangli dan Bengkel dibawah pimpinan
Anglurah Sidemen bermarkas disebelah selatan Desa Sumpulan (Paksebali sekarang), pada suatu wilayah bengang yang disebut wilayah kekeran (keker =kokoh =benteng = markas komando). Karena dari sini seluruh penyerangan atas Gelgel dikoordinasikan, Ida I Dewa Jambe bermarkas di Dawan dengan pasukan dibawah kawalan Pangaren Paketan. Perang tak dapat dielakkan yang berakhir dengan larinya Maruti kedaerah Jimbaran dan Gelgel dibumi hanguskan sampai rata dengan tanah.
Anglurah Sidemen bermarkas disebelah selatan Desa Sumpulan (Paksebali sekarang), pada suatu wilayah bengang yang disebut wilayah kekeran (keker =kokoh =benteng = markas komando). Karena dari sini seluruh penyerangan atas Gelgel dikoordinasikan, Ida I Dewa Jambe bermarkas di Dawan dengan pasukan dibawah kawalan Pangaren Paketan. Perang tak dapat dielakkan yang berakhir dengan larinya Maruti kedaerah Jimbaran dan Gelgel dibumi hanguskan sampai rata dengan tanah.
B.
MASA KERAJAAN KLUNGKUNG (1677-1908)
Dengan hancurnya Gelgel, maka atas prakarsa Anglurah
Sidemen dan saran Ida Pedanda Gede Buruan, karena Gelgel sering mengalami
pemberontakan-pemberontakan maka istana kerajaan dibangun di Desa Klungkung
sebelah utara Gelgel dan selama pembangunan istana Ida I Dewa Jambe beristana
di Ulah Sidemen. Setelah 9 tahun pembangunan pada tahun 1686 istana kerajaan
selesai dinamakan Semarajaya sedangkan ibukota kerajaan dinamai Semarapura.
Pada saat I Dewa Jambe dinobatkan sebagai raja Klungkung I bergelar Ida I Dewa
Agung Jambe dan gelar Dalem mulai ditanggalkan. Beliau berputra 3 orang
laki-laki yaitu tertua Ida I Dewa Agung Made, penengah Ida I Dewa Agung Anom,
dan yang bungsu Ida I Dewa Agung Ketut Agung. Sebagai pengganti raja adalah Ida
I Dewa Agung Made yang dinobatkan pada tahun 1705, sebagai raja Klungkung yang
kedua. Sedangkan adik beliau Ida I Dewa Agung Anom menjadi Raja Sukawati
Gianyar yang dinobatkan pada tahun 1711 dan Ida I Dewa Agung Ketut Agung
kembali ke Gelgel beristana dikarang Kepatihan, bekas tempat tinggal Kryan
Agung Maruti sebelah utara pasar Gelgel (Puri Kanginan Gelgel sekarang).
Diceritakan Ida I Dewa Agung Made memperistri putri raja Karangasem bernama I
Gusti Ayu Karang dengan abiseka Ida I Dewa Agung Istri Karang Didalem pada
tahun 1711 dan mengangkat putra bernama Ida I Dewa Agung Gede beribu dari Diah
Pegambuhan beristana di Puri Agung Denpasar (Komplek BRI, Kantor PU dan Jawatan
Pegadaian sekarang serta Taman Lila Arsana). Sedang putra raja kedua Ida I Dewa
Agung Made beribu dari Gunaksa diangkat putra oleh permaisuri berasal dari putri
raja Mengwi abiseka Ida I Dewa Agung Istri Pacung dan putra ketiga Ida I Dewa
Agung Ketut Rai beristana di Akah. Dengan adanya 2 putra mahkota jelas akan
terjadi kesalah pahaman, siapa pengganti raja Klungkung dikemudian hari.
Keributanpun tak bisa dihindarkan, maka terjadilah puncak perselisihan ketika
dilaksanakan sabungan ayam di Bencingah Puri Agung Denpasar (komplek pasar
senggol) yang berakhir dengan adanya perang antara kedua pihak. Namun dengan
diketahui Ida I Dewa Agung Gede mendapat bantuan dari pihak raja Karangasem,
maka rakyat Klungkung memihak kepada Ida I Dewa Agung Dimadya. Dengan keadaan
yang demikian itu Ida I Dewa Agung Gede menuju Puri Akah memberitahukan hal
tersebut dan akhirnya beliau menetap di Desa Talibeng yaitu wilayah kekuasaannya.
Tahun 1754 atas permintaan raja Karangasem I Gusti Ketut Karangasem paman
beliau wilayah Talibeng dan sekitarnya seperti Lebu, Tohjiwa, Temage, Cegeng,
Sangkanhaji, Pemurugan ditukar dengan wilayah Tamanbali daerah kekuasaan
Karangasem yang dikalahkan pada tahun 1750. Dengan hal itu Ida I Dewa Agung
Gede menjadi raja Tamanbali mulai tahun 1754. Selama 16 tahun beliau berkuasa
di Tamanbali akhirnya mangkat karena usia lanjut. Dalam persiapan upacara
pretiwa (pelebon), putra beliau Ida I Dewa Agung Gede Putra menghadap ke
Semarapura untuk memohon pinjam selonding tapi ditolak karena akan dipakai.
Maka tepat pada hari pelebon di Tamanbali, raja Klungkung Ida I Dewa Agung Made
juga diupakarakan atiwa-tiwa oleh putra-putra beliau. Mungkin ini titah Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, ini terjadi tahun 1770.
Pada tahun 1776 atas prakarsa I Dewa Manggis Karang, raja Gianyar yang ke IV, diseranglah Tamanbali yang dipimpin oleh putra I Dewa Gede Tangkuban mantan raja Tamanbali yang dikalahkan oleh Karangasem. Dengan hal tersebut masyarakat Tamanbali sebagian besar memihak kepada putra mahkota raja yang bernama I Dewa Raka dan I Dewa Gde Rai, sehingga melihat gelagat itu Ida I Dewa Agung Gde Putra kembali menuju Klungkung bersama dengan rakyat yang setia. Setibanya di Klungkung, istana Puri Agung Denpasar ditempati oleh I Dewa Agung Panji, putra tertua dari Ida I Dewa Agung Made beribu dari Denbukit. Karena tidak ada tempat akhirnya diputuskan menuju Karangasem meminta pertimbangan kepada paman beliau. Tidak begitu lama di Amlapura beliau disarankan untuk kembali ke Klungkung, tapi beliau sangat malu untuk ke Semarapura. Namun sebelum sampai di Semarapura beliau beristirahat karena waktu menjelang malam disuatu wilayah antara desa Sampalan Tengah dan Sampalan Kaja (daerah bengang , wilayah Kekeran, bekas markas komando pada saat penyerangan Gelgel). Akhirnya daerah ini dipakai puri dengan pemukimanya dan setelah selesai diberi nama Desa Satria dengan batas disebelah utara sampalan kaja disebelah timur Desa Gunaksa, disebelah selatan Desa Sampalan Tengah dan disebelah barat Tukad Unda. Dengan selesainya pemukiman ini didasari atas catur pata dan asta bumi, kaum puri berada disebelah timur perempatan Agung maka dinamai Puri Kanginan Desa Satria. Setelah lama desa ini banyak dihuni, datanglah dari Puri Agung Semarajaya putra Ida I Dewa Agung Made yang beribu dari Sampalan. Bernama Ida Cokorda Gede Raka membangun puri sebelah barat perempatan Agung dinamai puri Kawan dan demikian juga adanya Puri kaleran Desa Satria, karena putra dari Ida I Dewa Agung Panji bernama Ida Cokorda Gede Mayun mbangun puri disebelah utara perempatan Agung Desa Satria. Pada saat pembangunan pemukiman di desa Satria, desa sekitarnya sudah ada terlebih dahulu seperti desa Sampalan Kaja ( Paksebali Sekarang) Pura dalem Kenanga (sebelumnya bernama Dalem Puri) berlokasi di Sampalan Tengah. Sedangkan Desa Adat Satria kendatipun berlokasi di Sampalan Tengah, sekitar Desa Adat Sampalan tetapi tidak termasuk dijajarannya.
Sekarang dikisahkan di Puri Agung Kanginan Satria , Ida I Dewa Agung Gede Putra dan permaisurinya bernama I Dewa Agung Istri Muter tidak berputra, sehingga beliau mengangkat putra dari Puri Agung Semarajaya putra dari Ida I Dewa Agung Sakti yang beribu adik dari Ida I Dewa Agung Gede Putra bernama Ida I Dewa Agung Gde Rai, berarti putra angkatnya ini adalah keponakan beliau sendiri dengan para pengiringnya yakni I Dewa Ketut Babakan, dengan Bagawanta Ida Pedanda Gde Kemenuh dari Gria Kamasan. Disamping itu beliau juga membangun pasar yang berada disebelah selatan bencingah bernama pasar Satria (sekarang SD N 2 Paksebali). Pada saat ini atas petunjuk Ida Pedanda Gde Kemenuh beliau mulai membangun pemerajan Agung dan nuur Ida Betara Dalem Agung di Klungkung, dan diistanakan di Pura Dalem Agung Satria yang berlokasi di desa Paksebali (sekarang).
C.
MASA PENJAJAHAN BELANDA DAN JEPANG (1908-1945)
Dengan kekalahan Klungkung dalam Perang Puputan
tanggal 28 April 1908 secara langsung Kerajaan Klungkung dibawah pemerintahan
Hindia Belanda. Dengan STB. 1929 NO. 226 Belanda membentuk 8 negara di Bali,
termasuk Klungkung dan negara ini disebut Zalf Landscapen/Swapraja sampai
ketingkat bawah (desa) sehingga desa adat yang ada langsung menjadi desa
perbekelan (sebutan bali). Begitu juga kekalahan Belanda oleh Jepang, akan
tetapi sistem pemerintahan tetap sesuai dengan Agama Hindu.
D.
MASA KEMERDEKAAN RI (1945-SEKARANG)
Dalam masa kemerdekaan setelah Jepang bertekuk lutut
dengan sekutu, pemerintahaan tetap dengan sistem lama (perbekelan), yakni pemerintahan
di desa dipegang oleh perbekel dengan pembantu-pembantunya disebut pengliman
yang langsung juga menjadi kelian banjar di masing- masing banjarnya, yang
mempunyai tugas rangkap baik di bidang administrasi pemerintahaan dan masalah
adat istiadat termasuk keagamaannya, Dengan dikeluarkannya UU Pemerintahan Desa
No 5 Tahun 1979 Pemerintahan Desa terjadi dualisme pemerintahan di desa
pekraman dengan adanya desa dinas dan desa adat dengan segala perangkatnya.
Keluarnya UU tersebut Desa Satria berstatus desa perbekelan dengan perbekel Ida
Anak Agung Putu Tupug dari Puri Kawan Satria. Karena adanya gejolak politik
menjelang meletusnya G-30S maka pada awal 1963 pemerintahan desa diserahkan
kepada Pemerintahan Daerah Tk. II Klungkung yang pada saat itu dijabat oleh
Bupati Tjokorda Anom Putra dan warga masyarakat Desa Satria dalam urusan surat-menyurat
kedinasan dilimpahkan di bawah perbekelan Desa Paksebali dibawah I Gusti Made
Geria.
RESUME:
- Masa akhir pemerintahan
Raja Gelgel Ida Dalem Dimade pada tahun 1651, (dengan adanya pemberontakan oleh
Kryan Agung Maruti) dan beliau mangkat di Guliang. Atas desakan Anglurah
Sidemen terhadap Ida I Dewa Jambe putra dari Dalem Dimade dan kesepakatan para
penguasa wilayah yang masih setia terhadap Dalem, Gelgel digempur dari segala
arah. Sebagai pusat komando adalah markas/benteng yang berada disebelah selatan
Desa Sumpulan (Paksebali) disebut karang kekeran (benteng, keker=kokoh)
tempat para ksatria
mengatru strategi dalam Perang Gelgel tahun
1677.
-
Masa pemerintahan Kerajaan Klungkung, Raja Klungkung ke-2 Ida Dewa
Agung
Dimadya (Made) mengangkat 2 orang putra mahkota yaitu Ida I Dewa Agung Gede diangkat oleh permaisuri dari putra raja Karangasem dan Ida I Dewa Agung Made diangkat oleh permaisuri dari putra raja Mengwi. Dengan adanya 2 putra mahkota, terjadi kesalahanpahaman dan terjadilah perselisihan yang memuncak dengan mengungsinya Ida Idewa Agung Gede ke desa Talibeng dan akhirnya ke Tamanbali sebagai raja setelah ditukar oleh raja Karangasem dengan wilayah Talibeng pada tahun 1754. Pada tahun 1770, Tamanbali diserang oleh putra mahkota raja Tamanbali I Dewa Tangkuban, akhirnya putra dari Ida I Dewa Agung Gede pergi ke Klungkung dan lanjut ke Karangsem. Tidak lama di Karangasem disarankan pulang ke Klungkung oleh pamannya dan membangun pemukiman diwilayah kekeran disebelah selatan desa Sumpulan dinamakan Desa Satria.
Dimadya (Made) mengangkat 2 orang putra mahkota yaitu Ida I Dewa Agung Gede diangkat oleh permaisuri dari putra raja Karangasem dan Ida I Dewa Agung Made diangkat oleh permaisuri dari putra raja Mengwi. Dengan adanya 2 putra mahkota, terjadi kesalahanpahaman dan terjadilah perselisihan yang memuncak dengan mengungsinya Ida Idewa Agung Gede ke desa Talibeng dan akhirnya ke Tamanbali sebagai raja setelah ditukar oleh raja Karangasem dengan wilayah Talibeng pada tahun 1754. Pada tahun 1770, Tamanbali diserang oleh putra mahkota raja Tamanbali I Dewa Tangkuban, akhirnya putra dari Ida I Dewa Agung Gede pergi ke Klungkung dan lanjut ke Karangsem. Tidak lama di Karangasem disarankan pulang ke Klungkung oleh pamannya dan membangun pemukiman diwilayah kekeran disebelah selatan desa Sumpulan dinamakan Desa Satria.
Sumber Pustaka:
1.
“Perang
Jagaraga” (1846-1849) oleh Dr Sugiyanto Sostrodiwiryo.
2.
I Gusti Panji Sakti Raja Buleleng 1599-1680.
3.
“Kupu- Kupu Kuning yang Terbang di
Selat Lombok” oleh A. A.
Ketut Agung (lintasan sejarah Kerajaan
Karangasem 1667-1950).
4.
“Bangli Tempo
Dulu” oleh I
Wayan Sringgin Wikraman.
5.
Babad Dalem (milik Ida
Bagus Rai Pidada).
6.
Sejarah Klungkung sampai dengan Puputan Klungkung oleh
Ida Bagus Rai
Pidada.
Pidada.
7.
Arsip pemerintahan Perbekelan Satria.
8.
Catatan babad/sejarah milik orangtua penulis.
0 komentar:
Posting Komentar